Tuesday, September 27, 2011 |
0
comments
Ketika seseorang mengalami patah tulang, seringkali ia dihadapkan dengan dua pilihan. Pergi ke dukun patah untuk diurut atau ke rumah sakit untuk dioperasi. Beberapa penderita mendasarkan pilihan mereka pada besaran biaya perawatan. Sehingga, ada yang lebih cenderung pergi ke dukun patah. Apalagi ditambah bumbu cerita keberhasilan sang dukun patah menyembuhkan patah tulang di masa silam.
Setidaknya ada dua prinsip utama pengobatan patah tulang. Pertama adalah sedapat mungkin mengembalikan posisi tulang seperti posisi asalnya. Tindakan ini disebut reposisi. Prinsip kedua, mempertahankan posisi tulang yang telah kembali ke tempatnya (telah direposisi). Proses ini disebut fiksasi, biasanya membutuhkan waktu beberapa bulan sampai terjadi penyambungan pada bagian yang patah.
Perlu diketahui, bersambungnya tulang pada bagian patah merupakan proses alami. Tanpa campur tangan manusia, tulang patah yang berdekatan, dalam waktu beberapa bulan akan menyambung sendiri.
Prinsip ini dipegang dan diterapkan, baik oleh dukun patah tulang maupun oleh dokter bedah orthopedi. Walaupun mempunyai prinsip yang sama, dalam prakteknya keduanya mempunyai perbedaan.
Dukun patah tulang melakukan reposisi dengan teknik sederhana. Ia menilai tulang patah dari penampakan luar bagian yang patah. Kemudian melakukan reposisi dengan penarikan dan pemutaran, sampai kira-kira diperoleh posisi yang pas. Keberhasilan tindakan ini tergantung jenis patahan tulang. Jika patahan sederhana, kemungkinan berhasil lebih tinggi. Lain halnya jika patahan rumit, misalnya terjadi patahan di dua tempat. Tindakan ini seringkali tidak memberikan hasil memuaskan. Hal lain yang membuat reposisi lebih sulit, tindakan ini oleh dukun tidak dilakukan di bawah pembiusan. Akibatnya, penderita merasakan semua nyeri yang mungkin timbul.
Pada proses fiksasi, dukun biasanya hanya mengandalkan fiksasi luar, apapun jenis patahannya. Fiksasi luar umumnya menggunakan kayu yang dibungkus dengan kain kasa. Kelemahan ini dapat menyebabkan proses penyembuhan lebih lama atau posisi tulang tidak sempurna saat terjadi penyembuhan.
Kekurangan lain adalah tidak adanya kontrol infeksi dan perdarahan. Padahal kedua hal ini dapat menjadi penyulit pada proses penyembuhan. Bahkan dapat menjadi masalah di kemudian hari, misalnya timbul osteomyelitis (radang tulang).
Berbeda dengan pengobatan di rumah sakit. Tindakan didasarkan pada jenis patahan tulang, yang gambarannya diperoleh dari hasil foto rontgen. Proses reposisi bisa dilakukan tanpa atau dengan operasi. Pilihan operasi dilakukan jika patahan tulang tidak mungkin dikembalikan dengan cara-cara biasanya, misalnya dengan menarik, memutar, atau meluruskan bagian yang patah.
Demikian pula dengan proses fiksasi, juga tergantung pada jenis patahan. Jika ringan saja, dapat dilakukan fiksasi luar (eksterna). Sedangkan jika patahannya berat dan rumit, biasanya dilakukan fiksasi dalam (interna), yang dilakukan melalui pembedahan. Pasca fiksasi biasanya dilakukan foto rontgen ulang untuk menilai apakah hasil tindakan sudah memuaskan.
Keuntungan lain adalah adanya kontrol infeksi, kontrol perdarahan, dan kontrol nyeri.
Nah, pilihan tergantung pada penderita. Jika tidak keberatan diobati dengan kira-kira, dukun patah pilihannya. Tetapi jika ingin diobati dengan tingkat ketepatan tinggi, rumah sakit pilihannya.
Setidaknya ada dua prinsip utama pengobatan patah tulang. Pertama adalah sedapat mungkin mengembalikan posisi tulang seperti posisi asalnya. Tindakan ini disebut reposisi. Prinsip kedua, mempertahankan posisi tulang yang telah kembali ke tempatnya (telah direposisi). Proses ini disebut fiksasi, biasanya membutuhkan waktu beberapa bulan sampai terjadi penyambungan pada bagian yang patah.
Perlu diketahui, bersambungnya tulang pada bagian patah merupakan proses alami. Tanpa campur tangan manusia, tulang patah yang berdekatan, dalam waktu beberapa bulan akan menyambung sendiri.
Prinsip ini dipegang dan diterapkan, baik oleh dukun patah tulang maupun oleh dokter bedah orthopedi. Walaupun mempunyai prinsip yang sama, dalam prakteknya keduanya mempunyai perbedaan.
Dukun patah tulang melakukan reposisi dengan teknik sederhana. Ia menilai tulang patah dari penampakan luar bagian yang patah. Kemudian melakukan reposisi dengan penarikan dan pemutaran, sampai kira-kira diperoleh posisi yang pas. Keberhasilan tindakan ini tergantung jenis patahan tulang. Jika patahan sederhana, kemungkinan berhasil lebih tinggi. Lain halnya jika patahan rumit, misalnya terjadi patahan di dua tempat. Tindakan ini seringkali tidak memberikan hasil memuaskan. Hal lain yang membuat reposisi lebih sulit, tindakan ini oleh dukun tidak dilakukan di bawah pembiusan. Akibatnya, penderita merasakan semua nyeri yang mungkin timbul.
Pada proses fiksasi, dukun biasanya hanya mengandalkan fiksasi luar, apapun jenis patahannya. Fiksasi luar umumnya menggunakan kayu yang dibungkus dengan kain kasa. Kelemahan ini dapat menyebabkan proses penyembuhan lebih lama atau posisi tulang tidak sempurna saat terjadi penyembuhan.
Kekurangan lain adalah tidak adanya kontrol infeksi dan perdarahan. Padahal kedua hal ini dapat menjadi penyulit pada proses penyembuhan. Bahkan dapat menjadi masalah di kemudian hari, misalnya timbul osteomyelitis (radang tulang).
Berbeda dengan pengobatan di rumah sakit. Tindakan didasarkan pada jenis patahan tulang, yang gambarannya diperoleh dari hasil foto rontgen. Proses reposisi bisa dilakukan tanpa atau dengan operasi. Pilihan operasi dilakukan jika patahan tulang tidak mungkin dikembalikan dengan cara-cara biasanya, misalnya dengan menarik, memutar, atau meluruskan bagian yang patah.
Demikian pula dengan proses fiksasi, juga tergantung pada jenis patahan. Jika ringan saja, dapat dilakukan fiksasi luar (eksterna). Sedangkan jika patahannya berat dan rumit, biasanya dilakukan fiksasi dalam (interna), yang dilakukan melalui pembedahan. Pasca fiksasi biasanya dilakukan foto rontgen ulang untuk menilai apakah hasil tindakan sudah memuaskan.
Keuntungan lain adalah adanya kontrol infeksi, kontrol perdarahan, dan kontrol nyeri.
Nah, pilihan tergantung pada penderita. Jika tidak keberatan diobati dengan kira-kira, dukun patah pilihannya. Tetapi jika ingin diobati dengan tingkat ketepatan tinggi, rumah sakit pilihannya.